MASYARAKAT TASIKMALAYA KEMBALI MENGUGAT PLN

Tasikmalaya, KONTRAS- Menyoal kebijakan pungutan biaya administtasi bank akibat perjanjian yang dilakukan antara PLN dan berbagai Bank dalam pembayaran listrik atau yang dikenal dengan kebijakan Payment Point Online Bank (PPOB), Forum Masyarakat (Format) Manonjaya yang di dukung Dewan Pemantau Penyelenggara Pemerintah Negara Indonesia(DPPPNI),LKCKI dan DPP HIPWI menuntut agar Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya beserta Komisi I untuk merealisasikan hasil audensi antara Komisi I DPRD Kab Tasikmalaya dengan FORMAT,PLN APJ Tasikmalaya, Perwakilan PLN distribusi JABAR-BANTEN dan Bank Bukopin Tasikmalaya pada hari senin 28-april 2008 lalu. Saat itu Komisi I DPRD Kab Tasikmalaya menyepakati akan melakukan kajian hukum atas impelentasi PPOB sebelum menyimpulkan kepastian daripada legalitas hukumnya.
Ketua FORMAT Manonjaya Robin Hanapi saat ditemui KONTRAS mengatakan hingga sampai saat ini pihaknya belum menerima hasil kajian hukum padahal sudah sepuluh bulan lebih. Padahal menurut Robin, saat audiens tersebut FORMAT Manonjaya mengajukan beberapa solusi demi transparasi dan kepentingan masyarakat yang berpedoman pada aturan hukum yang ada. Adapun solusi yang dimaksud diantaranya adalah, mengkaji ulang MoU degan perbankan, Beban administeri Rp 1600,-atas pembayaran masyarakat Payment point PLN dibayar oleh PLN, berlakukan kembali Surat Keputusan Bersama dua Menteri (Mentamben&Menperindagkop) Nomor 755/kpts/M/Pertamb/1979 dan 613/Kpb/X/1979 tentang pelaksanaan pengembangan dan pembinaan usaha KUD dibidang kelistrikan karena sampai sekarang belum dicabut,sementara PLN mengadakan MoU dengan perbankan untuk melaksanakan PPOB, katanya. Ajuan berikutnya, kebijakan PLN yang menarik biaya dari masyarakat harus dilandasi oleh dasar hukum yang dikeluarkan oleh badan Legislatif, jika tidak bisa dikategorikan pungutan liar, karena ini masuk dalam domain hukum publik.
Begitupun tanggapan Surat dari PT.PLN(Persero)Distibusi Jawa Barat-Banten Nomor:185/545/DHBB.2008 yang ditujukan ke PT.PLN APJ Tasikmalaya dan ditembuskan kepada FORMAT Manonjaya,dalam surat tersebut dikatakan bahwa untuk meningkatkan pelayanan pada pelanggan,APJ agar berkoordinasi dengan PT.Bank Bukopin sehingga payment point bebas administrasi bank dapat terlaksana,sebagaimana surat MB Keuangan Nomor:1447/041/DJBB/2007 perihal Payment Point bebas administrasi. Diakui atau tidak,citra layanan publik di Indonesia saat ini belum cukup menggembirakan, namun demikian kebijakan yang dikeluarkan oleh BUMN tidak otoriter dan membohongi rakyat.
Semua tuntutan tadi sangat mendasar sekali, karena merupakan keberpihakan pada publik sebagai objek pelayanan, permasalahan ketidakefektifan dan ketidakefisienan pembayaran sebenarnya bukan masalah masyarakat pembayar PLN tetapi masalah internal PLN. Sehingga bila kebijakanya untuk tujuan disebut bekerja sama dengan perbankan tidak seharusnya masyarakat menerima konsekuensinya yakni membayar administrasi. Dalam prinsip dagang-pun penyedia jasa (Perbankan) menagih kepada yang menerima jasa(PLN), itu karena masyarakat tidak menerima tambahan jasa apapun meski membayar di payment poin.
Dalam penentuan Tarip Dasar Listrik yang setiap tahunnya-pun, APBN memberikan subsidi yang didalamnya termasuk administrasi pembayaran, bila PLN membebankanya pada masyarakat, jelas ini kontradiktif dengan penentuan TDL dan subsidi APBN.
Wajar masyarakat memberi tanggapan yang bisa membuat malu PLN seperti penuturan salah seorang warga Tasikmalaya yang enggan diketahui jatidirinya pada KONTRAS. ”masa sudah ditalangin APBN ini masih minta juga pada rakyat”, kata warga Tasikmalaya asal Manonjaya tadi dengan nada kesal. Ditinjau dari sisi hukum-pun ini jelas pungutan liar, karena masyarakat yang datang ke Bank adalah bukan nasabahnya melainkan konsumen PLN yang harus membayar ke Bank. Berarti undang-undang Perbankan tidak bisa dijadikan dasar hukum dari PPOB, namun dasar hukum yang tepat adalah Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Masyarakat yang membayar rekening listrik sudah terikat oleh perjanjian jual beli tenaga listrik yang dibuat dengan PLN pada saat pemasangan jaringan listrik di tempat tinggal konsumen, dimana dalam kontek tersebut sama sekali tidak ada keterlibatan Bank.
Terlebih dalam perkembangan peerekonomian seperti saat ini,masyarakat senantiasa akan menuntut profesionalisme layanan PLN,ketika persaingan dunia usaha dewasa ini sangat ketat.Peningkatan profesionalismenya diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan PLN agar mampu memenuhi tuntutan keadilan dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan listrik.Konsumen listrik termasuk didalamnya Pimpinan dan karyawan PLN berhak dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,dan hak untuk mendapatkan konpensasi,ganti rugi dan/atau penggantian,apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 4.
Dari sisi hukum publik,kebijakan yang tidak disepakati oleh konsumen/masyarakat dapat diktakan sebagai penyalahgunaan wewenang(abuse of fower),secara konstitusional juga merupakan kewajiban negara melayani warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan publik yang harus menerapkan prinsif kesederhanaan,kejelasan,kepastiaan,dan ketepatan waktu,tidak diskriminatif,bertanggungjawab,mudah di akses,kejujuran,kecermatan,kedisiplinan,kesopanan/keramahan,keamanan,dan kenyamanan.
Terkait semua masalah yang dibahas,saat KONTRAS mengkonfirmasikan pada Ketua DPRD H.Uu Ruzhunululum tentang tuntutan FORMAT Manonjaya yang berani mewakili jeritan hati konsumen listrik mengatakan”pada dasarnya saya tidak setuju setiap namanya pungli”dan ketika disinggung keberanian DPRD Kab Tasikmalaya untuk mengabulkan tuntutan FORMAT,Uu hanya menjawab “ya”
PLN yang merupakan salah satu penyelenggara pelayanan publik,dalam kontek ini memiliki tanggungjawab profesional yang berdasarkan hukum diartikan sebagai tanggungjawab hukum pemberi jasa atau pengemban profesi atas jasa yang di berikan kepada klienya atau tanggungjawab hukum pengemban profesi terhadap pihak ketiga. (dedi/agus)

0 komentar: